Masyarakat Dalam Perspektif Sosiologi Dakwah


BAB I
PENDAHULUAN
  A.    Latar Belakang
Sosiologi berasal dari paduan morphem (bentuk kata) socius (latin) dan logos (Yunani) . Socius berarti kawan, dan logos artinya Berbicara. Jadi sosiologi berarti berbicara mengenai hal hal berkawan (masyarakat). Pengertian umum sosiologi berarti ilmu yang membicarakan hal hal yang ada sangkut paunya dalam hidup masyarakat
   B.     Rumusan Masalah
1.      Mengatahui dan Memahami Perspektif Dakwah Dalam Masyarakat
2.      Mengatahui dan Memahami Perspektif Dakwah Sosial dalam Al-Qur’an
3.      Mengatahui dan Memahami Perspektif Gejalah Sosial Terhadap Dakwah Sosisal
4.      Mengatahui dan Memahami Tradisi Masyarakat Terhadapa Dakwah Sosisal
5.      Mengatahui dan Memahami Perspektif Agama Sebagai Sistem Sosial
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Prespektif  Dakwah  Dalam  Masyarakat
Sosiologi dakwah salah satu ilmu yang mengkaji secara sistematik perilaku dalam kehidupan manusia sejauh perilaku dan kehidupan itu dapat di tinjau dan di amati secara imperik dalam prespektif dakwah, karena dakwah merupakan suatu konsep yang berpijak pada nilai nilai ke islaman, maka tentu dalam mengkaji perilaku dan kehidupan manusia ini, kajian sosiologi dakwah disamping berpijak pada teori teori sosiologi umum ia juga berpijak pada landasan teori teori keislaman. Perilaku dan kehidupan manusia dalam sebuah komunitas (masyarakat) ini sangat menarik untuk di kaji, khususnya ilmu sosiologi, karena sekalipun mereka terdiri atas individu individu yang berbeda akan tetapi mereka dapat bersatu, hidup teratur, dan bekerja untuk mencapai tujuan tujuan bersama seperti yang di ajarkan agama islam.
Prespektif sosiologi,kesatuan manusia dalam masyarakat ini disebabkan  oleh adanya nilai nilai budaya yang di pegang bersama, dilembagakan oleh norma norma social, dan dibatingkan oleh individu individu menjadi motivasi motivasi dlam kehidupan masyarakat. Pelembangan dan penjiwaan nilai nilai atau system budaya (nilai – nilai kepercayaan, lambing lambing) menyebabkan terjadinya solidaritas dan integritas di dalam masyarakat. Kalau proses pelembangan dan penjiwaan terhadap nilai nilai atau system budaya ini terjadi secara penuh, maka interaksi social akan terbangun dalam kehidupandi masyarakat. Sunggguh pun demikian secara sosiologi diakui bahwa tidak ada suatu system yang taraf integritasnya.bersifat sempurna. Mungkin saja terdapat pribadi pribadi yang gagal memenuhi peranan yang di harapkan, akan tetapi suatu disintegrasi yang bersifat menyeluruhtikan mungkin terjadi. Hal ini karena setiap masyarakat p\pasti terdapat proses penjiwaan yang menyebabkan seseorag dapat menyesuaikandiri dengan norma norma yang di sepakati bersama. Di tengah kehidupan masyarakat  pluralisme dengan individu yang berbeda beda akan selalu ada potensi dan toleran terhadap sesamanya. Dengan demikian, potensi konflik atau disintegrasi diantara mereka akan selalu dapat direm oleh lawannya. Yakni potensi yang berdamai atau bekerja sama membangun kehidupan bersama.
Prespektif sosiologi dakwah, secara realitas inilah salah satu phenomena kehidupan di masyarakat yang di langsir dalam al-quran surah Al-Baqarah [2]:251 yang bebunyi  “… Sendainya Allah menolak (keganasan) sebagian manusiadengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini, tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta Alam”. Ayat ini menisyaratkan bahwa keragaman(pluralisme) individu dalam masyarakat mesti di pahami sebagai kemurahan tuhan dan suatu kaharus bagi keselamatan umat manusia melaui mekanisme pengawasan dan pengimbangan yang dihasilkannya. Oleh karena itu, selama individu individu dalam masyarakat mampu menghayati makna substansi dari kehidupan bersama ini dalam mampu memosisikannya pada hubungan yang bersifat fungsional, maka disengtigrasi dalam kehidupan masyarakat tidak akan terjadi.  Sebab, sungguhpun kehadiran individu individu dalam masyarakat memiliki (membawa) potensial konflik, akan tetapi secara dominan mereka berwatak peka, toleran, mengayomi, mendamaikan dan menyatuka.
Prespektif sosiologi dakwah, kwalitras tanggung jawab social individu terhadap sesamanya dalam kehidupan dimasyarakat setidaknya dapat di ukur oleh tida hal :
1.      Seberapa besar dan kedisiplinan individu dalam memerangkan fungsi fungsi sosialnya dalam kehidupan masyarakat.
2.      Seberapa besar kepekaan dan kepedulian individu terhadapa persoalan persoalan yang di hadapi masyarakat.
3.      Seberapa besar kesabaran individu untuk menekan benih benih konflik dengan sesamnya dalam kehidupan masyarakat .
Oleh karena itu, dalam kajian sosiologi dakwah individu yang gemar menebarkan kebencian, isu isu buruk, teror, mengadu domba, dan lebih menyukai perselisihan atau permusuhan dari pada perdamaian dalam kehidupan di masyarakat di pandang memiliki tanggungjawab social yang rendah. sebab, dengan melakukan hal hal seperti itu berarti ia telah menebarkan api yang akan membakar sendi sendi social antar sesama sehinggah tatanan atau struktur kehidupan menjadi rusak.
B.     Prespektif Dakwah Sosial Dalam Al-qur’an
Dakwahb sebagai konsep yang konfrensih telah di jelaskan dalam Al-qur’an, tetapi, penjelasan yang ada dalam Al-qur’an tentu saja masih harus di elabulasidan di kontekstualisasikandalam setiap kepentingan ruang dan waktu yang berbeda. Berangkat dari konsep epistemologys, onthologis , dan aksiologis, maka Al-qur’an sebagai pijakan konsep dasar dakwah, telah memberikan gambaran berupa konfirmasi legitimasi, dan justifikasi tentang kehadiran ilmu, lembaga, serta pranata social kegiatan dan kajian dakwah islam secara garis besar perlu dijelaskan lebih mendatail sebagai berikut:
       1.      Epistemologi Dakwah Sosial
Secara epistemology, Al-Qur’an mengisyaratkan beberapa hal yaitu :  
a.       Visi misi utama dalam dakwah social tidak terlepas dengan manusia sebagai objek (kitab) utama al-qur’an, dengan demikian fungsi dan tugas manusia yakni, horizontal dan vertical (Hamblun Min Allah, Hamblun Min Annas, dan Hablum Min Ma’al Alam).
b.      Tanggungjawab manusia sebagain ibadullahdan fungsinya sebagai khalifah Fi al- ardh,(dalam konteks ini lahir beberapa pesan moral yaitu :
1.      Norma dakwah berwawasan kemanusiaan dan khultural (prespektif sosiaologis – Antrophologis .
2.      Norma dakwah yang berwawasan lingkungan (prespektif ekologis).
3.      Norma dakwah yang berwawasan ketuhanan (prespektif teologis).
2.      Ontolodi Dakwah Sosial
Berdasarkan kajian tentang terma terma dakwah yang dikenalkan al-qur’an sebagai kitab dakwah dapat ditarik beberapa kesimpulan:
a.       Eksistensi Al-qur’an dalam konteks dakwah selaian sebagai materi dakwah juga sebagai pesan moral yang mengandung nilai filosofi dakwah sehinggah dapat dijadikan sebagai kitab dakwah.
b.      Isyarat dalam ontology dakwah dapat di ambil dalam Al-qur’an diantaranya : mengenalkan sejumlah terma dalam konsep dakwah.
c.       Dalam terma Al-Khayr dan Al-ma’ruf menurut konotasi Al-qur’an tidak di artikan sama sama kebaikan. Al-khayr di konotasikan sebagai nilai kebenaran (etika dana moral) prinsipil serta universal, dan tidak terikan secara komunal oleh ruang dan waktu. Adapun Al-ma’ruf yanitu nilai kebenaran yang sudah di kenal secara cultural.
d.      Terma dakwah dalam Al-qur’an di ekspresikan dalam bentuk kata kerja transitif (fi’l al-muta’addi), dan ada pula yang menggunakan kata kerja perintah (fi’l al-amr).
e.       Secara professional, tampil para pemimpin ummat (a’immah) yang berperan membawah masyarakat ke arah pembinaan dan perbaikan masa depan umat. Denganpenuh konsentrasi mendalami ilmu pengatahuaan yang di proyaksiakan sebagai motivator dan pembawa peringanatn serta kebahagiann.
3.      Aksiologi Dakwah Sosial
      Al-qur’an menegaskan bahwa tujuan dakwah pada dasarnya dikategorikan dalam 4 bentuk yaitu : tujuan ideal adalah terciptanya situasi kondisi dar assalam atau annur tujuan istitusional adalah tegakknya tanggungjawab  ke khalifaan, sedangkan tujuan konstitusional adalah tegaknya tata aturan ibadah dan muamalah sesuai dengan ajaran.
      Konsep konsep epistemologis, ontologism, dan aksilogisnya, menunjukkan bahwa Al-qur’an telah memberikan pijakan konfrensif meskipun masuh berupa penjelasan umum mengenai konsep konsep dasar dakwah islam. Disamping telah memberikan konfirmasih legitimasi dan justifikasi tentang kehadiran ilmu dakwah lembaga dakwah dan juga pranata pranata social kegiatan serta kajian kajian dakwah islam yang sangan ideal untuk kepentingan umat manusia dalam rentang ruang dan waktu yang tidak terbatas.

C.    Prespektif Gejalah Sosial Terhadapa Dakwah Sosial
        Aktivitas dakwah saat ini jika kita perhatikan semakin semarak. Terbukti dengan bermunculannya acara acara keislaman di berbagai bidang maupun wilayah. Hal ini memberikan gambaran bahwa saat ini masyarakat mulai sadar akan pentingnya dakwah guna membangun karakter masyarakat yang islami. Selain itu, sadarnya masyarakat terhadapa dakwah di sebabkan begitu rendahnya moral yang bertanam dalam diri generasi mudah.
        Islam dapat masuk di Indonesia dan tersebar di karenakan sosok da’I pada saat itu dapat mengkaji dan memahami medan Dakwah yang sedang di hadapi. Kebudayaan atau tradisi yang begitu kental dan jauh dari ketentuan syariat, mampu dijadiakan sebagai media pengenalan agama islam sehinggah islam dapat di terima secara perlahan dan akhirnya menyebar ke seluruh Pelosok pelosok Indonesia. Inilah yang dilakukan para mujahid dakwah terdahulu seperti wali songo, sehinggah islam dapat menyebar.
        Jika kita perhatikan dakwah yang berkembang saat ini belum berpijak pada pemahaman kondisi soasial yang memadai, diantaranya tema tema dakwah yang disajikan banyak yang kehilangan relevansi dengan isu isu masalah masalah, dan kebutuhan yang berkembang di masyarakat. Tema tema yang dakwah yang berkembang cendereng meperlihatkan pada persoalan eskatologis (persoalan keakhiratan). sementara bagaimana membagun kehidupan di dunia  yang bahagia dan sejahterah kurang mendapat tekanan yang serius. Sehinggah sangatlah wajar bila isus isu besar seperti : kekarasan, terorisme yang oleh barat selalu di kaitkan dengan islam, perdamaian global, hak asasi manusia, pornografi, korupsi, perusakan lingkungan, dan perdangangan nyaris tak terbahas secara mendalam, selain itu juga, masyarakata tidaka di jadikan sebagai sasaran utrama pemberdayaan melalui upaya penyadaran agar mereka mengkaji, berfikir, dan bertindak, dalam ragam perhelakan dakwah, masyarakat cenderung yang fasik. Masyarakat dipandang sebagai wadah kosong yang harus di isi dengan keyakinan dan nilai nilai moral.
      Dengan demikian gerakan dakwah yang sekarang berkembang belum mampu secara optimal membangkitkan dan menumbuhkan minat masyarakat untuk mengkaji, berfikir kritis, dan mengembangkan kreatifitas. Mala yang memprihatingkan, dalam melihat berbagai ketertinggalan di kalangan umat islam, para pelaku dakwa tidak jarang hanya sebatas mampu menyalahkan kebodohan, mengambinghitamkan kemiskinan, mengecap dan menyerapai kemaksiatan, atau melakukan tindakan tindakan yang anarkis, dengan dali membrantas kemungkaran, tanpa melakukan aksi aksi berarti untuk mendorong masyarakat sehinggah mereka mau dan mampu mengubah keadaan sendiri. Sejatihnya, tradisi dakwah yang dikembangkan harus mampu memberikan pencerahan kepada masyarakat, dimana masyarakat lebih di posisikan sebagai subjek, sementara da’I hanya sebatas fasilitaor perubahan.
      Maysrakat di beri ruang kebebasan untuk mengubah ke adaaannya sendiri, masyarakat dibangun kesadarannya bahwa sesungguhnya semua anggota masyarakat adalah da’I bagi dirinya sendiri yang tak mungkin terjadi perubahan berarti bial ia tidaka mau mengubah apa yang ada pada dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan (nasib) suatu kaum sebelum mereka mau mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
D.    Tradisi Masyarakat Terhadapa Dakwah Sosial
Tradisi merupakan suatu perilaku atau tindakan seseorang, kelompok ataupun masyarakat yang sudah menjadi kebiasaan, di wariskan dari satu generasi kepada generasi berikutnya dan dilaksanakan secara berulang ulang. Suatu tradisi juga disebut juga kebiasaan dlakukan berdasarkan latarbelakang kepercayaan, pengatahuan, norma dan nilai nilai masyarakat yang sudah di akui dan disepakati bersama nilai social budaya tradisi selama ini dipahami dengan makna ada istiadat atau kebiasaan yang diwariskan secara bekesinambungan radikalnya merupakan bagian kecil saja dari makna kebudayaan, karena berkaitan erat dengan perilaku manusia dan masyarakat.
Jdisthira K. garna mengatakan bahwa tradisi yang ada pada masyarakat adalah tatanan social bentuk hubungan antara unsure unsure kehidupan mauoun sebagai bentuk aturan social yang memberikan pedoman tingkah laku dan tindakan anggota suatu masyarakat, yang hakikatnya tidak lain bertujuan untuk mengembangkan kehidupan mereka. Tradisi merupakan warisan social budaya yang selalu ingin di pertahankan oleh warga masyarakat sebagai identitas penting kehidupan mereka. Tradisi budaya mengandung makna adanya system gagasan berdasarkan pengatahuan serta nilai nilai social budaya yang dianut oleh masyarakat dalam ruang lingkup yang tebatas. Syarat untuk melaksanakan tindakan kebudayaan tradisi, adat istiadat sesuai kebiasaan yang berlaku.   Serta diakui dan disepakati oleh masyarakat bersama. Tradisi sebagai suatu adat istiadat atau kebiasaan yang sering kali dianggap irasional, pada prktiknya selalu melahirkan pro dan kontra, antara kelompok masyarakat yang mendukung dan yangmenentang. (juditira  k. garna dalam Abdullah Ali ,2004 :7).
E.     Prespektik Agama Sebagai Sistem Sosial
Mempelajari budaya dalam system budaya, berarti mendekatkan ajaran agama dengan menggunakan konsep antropologi salah satu model pendekatan penomenologi. Banyak ntitik temu yang dapat di ungkapkan dalam pendekatan antropologi sebagai suatu ilmu dengan study agama sebagai soistem agama, salah satu yang paling esnsial dari titik temu itu adalah kajian aspek kemanusiaan. Agama sebagai system budaya dapat dipelajari dengan metode penemenologis, yakni dengan cara melihat, mengamati, dan memperhatikan gejalah gejalah keagamaan yang dapt di observasi secara cermat system budaya yng mengandung  gagasan utama kepercayaan, pengatahuan, dan norma nilai yang bersifat abstrak hanya bias dibuktikan dengan melihat gejala gejalah pada tingkat system social (dalam wujud organisasi dan institusi masyarakat). Gejalah gejalah agama sebagai system budaya yang di pelajari secara fenomenologi, dapat didekati melalui berbagai model pendekatan, antara lain pendekatan sosiologi antropologi.
Agama sebagai system ideology yang bersumber dari kepercayaan dan pengatahuaan, melahirkan norma dan nilai nilai ajaran agama. Ideological system sebagai system gagasan, terlepas dari mana gagasan itu datang, dari wahyu Allah SWT. (revealet) atau dari manusia biasa (non revealet), hakikatnya bersifat kognitif. System ideology yang bersifat kognitif itu, menuntut adanya realisasi dalam kehidupan manusia yang lebih nyata, baik secara individu, keluarga, atau bangsa dan Negara. Agama sebagai system budaya, merupan konsep antropologis yang diungkapkan clifordgeertz (1969) dalam tema asli yang berjudul religion as a cultural system. Dalam pandangan antropologi, pengalaman agama dianggap sebagai suatu kreasi manusia untuk menuju jalan hidup yang bervariasi, sesuai latar belakang pengatahuan nserta panatismenya masing masing.
Sosiologi tentunya senangtiasa berusaha memahami hakikat masyarakat dalam kehidupan kelompok, baik terstruktur , dinamika, istitusi atau interaksi sosialnya. Sesuai latar belakang kepercayaan dan kebudayaannya secara manusiawi (humaniora). Dalam analisisnya telcott parson banyak menggunakan kefrangka atas tujuan (means and frame work ) . inti pemikirannya ialah bahwa tindakan social itu :
   1.      Diarahkan pada tujuan atau (memiliki suatu tujuan).
  2.      Terjadi dalam suatu situasi, yang beberapa elemenya sudah pasti, sedangkan elemen elemen lainnya di gunakan oleh yang bertindak sebagai alat penuju tujuan itu.
   3.      Secara normative tindakan itu di atur sehubungan dengan penentuan alat dan tujuan . jadi, komponen dari tindakan social adalah tujuan, sifat, kondisi, dan norma.  

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
      Sosiologi dakwah salah satu ilmu yang mengkaji secara sistematik perilaku dalam kehidupan manusia sejauh perilaku dan kehidupan itu dapat di tinjau dan di amati secara imperik dalam prespektif dakwah, karena dakwah merupakan suatu konsep yang berpijak pada nilai nilai ke islaman, maka tentu dalam mengkaji perilaku dan kehidupan manusia ini, kajian sosiologi dakwah disamping berpijak pada teori teori sosiologi umum ia juga berpijak pada landasan teori teori keislaman. Perilaku dan kehidupan manusia dalam sebuah komunitas (masyarakat) ini sangat menarik untuk di kaji, khususnya ilmu sosiologi, karena sekalipun mereka terdiri atas individu individu yang berbeda akan tetapi mereka dapat bersatu, hidup teratur, dan bekerja untuk mencapai tujuan tujuan bersama seperti yang di ajarkan agama islam.
Islam dapat masuk di Indonesia dan tersebar di karenakan sosok da’I pada saat itu dapat mengkaji dan memahami medan Dakwah yang sedang di hadapi. Kebudayaan atau tradisi yang begitu kental dan jauh dari ketentuan syariat, mampu dijadiakan sebagai media pengenalan agama islam sehinggah islam dapat di terima secara perlahan dan akhirnya menyebar ke seluruh Pelosok pelosok Indonesia. Inilah yang dilakukan para mujahid dakwah terdahulu seperti wali songo, sehinggah islam dapat menyebar.

Subscribe to receive free email updates: