Hamdan Juhannis - Belajar Bijak

Hamdan Juhannis
Hamdan Juhannis - Rektor UIN Alauddin Makassar

Berhenti! Teriakan yang sering terdengar kapan dan dimana saja. Perintah berhenti sering terwakilkan oleh alat yang lebih keras atau lebih tampak dari teriakan itu sendiri; sempritan seorang polisi, detakan koin seorang kondektur bis, gerakan tangan seorang pelatih, pukulan piring seorang koki, atau kode seorang mata-mata. Itulah esensi sebuah kata yang termaknai nyata dan variatif dalam hidup.

Hidup ini identik dengan gerak, tapi meniscayakan pemberhentian. Ada pemberhentian berupa halte tapi ada juga berupa stasiun. Pejalan kaki butuh berhenti untuk mengumpulkan tenaga. Pelari butuh berhenti untuk menyusun ulang nafas yang mulai sesak. Guru perlu berhenti menerangkan untuk mengecek sejauhmana pemahaman muridnya. 

Saat sebuah pasangan bertengkar dan beradu mulut perlu berhenti sejenak untuk mengecek setajam apa kata-kata yang mereka produksi untuk saling menjatuhkan. Pada sebuah pertengkaran pasangan dalam kendaraan saat melewati persawahan, Isteri berkata: Itu saudaramu, sambil menunjuk kerbau. Suaminya menjawab: Berarti itu ipar kamu. Setelah itu mereka terdiam. Lalu tiba-tiba tertawa mengakhiri konflik karena mereka tersadar dengan diksi pengolokan yang menempatkan diri mereka jadi binatang. 

Itulah fungsi berhenti, di dalamnya ada diam. Berhenti itu melibatkan perenungan dan refleksi. Berhenti juga menghasilkan jarak, tidak semata ketertinggalan. Jarak membuat kita bisa melihat jauh. Anda pernah berjarak hidup dengan keluarga? Disitulah anda memahami betapa pentingnya keluarga anda. Jadi perlu sekali-sekali berhenti dari terus bersama. Menjauhlah sejenak dan merenunglah di pemberhentian sana. 

Ada kegiatan berhenti yang kita kenal dalam beragama, itikaf. Kata ini aslinya bermakna berhenti. Berhenti disini bermakna berdiam diri. Karena menjadi bagian dari peribadatan, berdiam diri dilakukan di masjid, dan afdalnya pada 10 akhir Ramadan. Kegiatan berdiam diri disinilah untuk menangkap semua tanda atau kode. Membaca tanda pergerakan yang merenggangkan ketersambungan; ketersambungan tanpa batas antara khaliq dan makhluq dan ketersambungan sosial tanpa batas antara sesama manusia yang menciptakan 'global village'. 

Karena covid 19, mari memaksimalkan itikaf di sudut-sudut rumah yang membuat kita banyak berhenti; berhenti egois, cuek, narsis, phubbing, atau self centred. Dari sudut-sudut rumah yang hening kita merasakan banyak pemberhentian dalam hidup. Kita juga merasakan detak jantung yang suatu saat akan berhenti dan mengakhiri semuanya. Itulah, berhentilah sebelum benar-benar berhenti!

Subscribe to receive free email updates: