BAB 1
PENDAHULUAN
A.Latar belakang
Indonesia merupaka Negara yang memiliki
penduduk muslim terbanyak di dunia, namun masih banyak penduduk di Indonesia
yang tidak memahami hukum islam yang benar dan mudah terpengaruh oleh
ajaran-ajaran yang sesat (teroris) yang tidak sesuai dengan ajaran islam
sehingga perlu adanya pemahaman mengenai hukum islam secara menyeluruh
berdasarkan sumber agama islam (Al-Qur’an dan Hadist) yang dapat menambah
pengetahuan.
Salah
satu unsur yang penting yang di gunakan sebagai pendekatan dalam mengkaji islam
adalah ilmu usul fiqhi, yaitu ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah yang di
jadikan pedoman dalam menetapkan hukum-hukum syariat yang bersifat amaliyah
yang di peroleh dari dalil-dalil yang rinci.
Oleh karena itu, perlu ada usaha yang
dilakukan untuk lebih mengetahui ajaran islam yang benar, dengan cara memahami
makna yang tekandung dalam sumber-sumber islam yaitu al-qur’an dan hadist yang
memerlukan sebuah metode istimbat (penggalian hukum) yakni usul fiqhi.
Disisni kami akan membahas sedikit tentang
metode istimbat dalam ususl fiqhi tentang AM dan KHAS , dengan harapan semoga
sedikit membantu dalam memahami al-qur’an dan hadist.
B.Rumusan masalah
1)
Apakah yang di maksud dengan am dan khas?
2)
Apa saja macam-macam lafaz am dan khas?
C.Tujuan penulisan
1)
Untuk mengetahui pengertian am dan khas
2)
Untuk mengetahui macam-macam lafaz am dan khas
BAB II
PEMBAHASAN
A.
‘Am
a.
Pengertian am
‘Amm menurut bahasa artinya merata atau yang umum. Sedangkan menurut
istilah ialah
اللَّفْظُ
الْمُسْتَفْرِقُ لِجَمِيْعِ مَا يَصْلُحُ لَهُ بِحَسَبِ وَضْعٍ وَاحِدٍ دَفْعَةً
Artinya :
Lafadz yang meliputi pengertian umum terhadap semua yang termasuk dalam
pengertian lafadz itu, dengan hanya disebut sekaligus.
Dengan pengertian lain, al-Amm adalah suatu perkataan yang
memberi pengertian umum dan meliputi segala sesuatu yang terkandung
dalam perkataan itu dengan tidak terbatas, misalnya al-Insan yang
berarti manusia. Perkataan ini mempunyai pengertian umum. Jadi, semua
manusia termasuk dalam tujuan perkataan ini, sekali mengucapkan lafadz al-insanberarti
meliputi jenis manusia seluruhnya.
Seperti disimpulkan Muhammad Adib
Saleh, lafadz ‘am (umum) ialah lafadz yang diciptakan untuk pengertian umum
sesuai dengan pengertian lafadz itu sendiri tanpa dibatasi dengan jumlah
tertentu.
Pembahasan Lafazh ‘am dalam ilmu Ushul fiqh
mempunyai kedudukan tersendiri, karena Lafazh ‘am mempunyai tingkat yang luas
serta menjadi ajang perdebatan pendapat ulama dalam menetapkan hukum. Dipihak
lain, sumber hukum Islam pun, Al-Qur’an dan sunnah, dalam banyak hal memakai
lafazh umum yang bersifat universal. Lafaz ‘am ialah suatu lafaz yang
menunjukkan satu makna yang mencakup seluruh satuan yang tidak terbatas dalam
jumlah tertentu.
Maka yang dimaksud dengan ‘am yaitu suatu lafadz
yang dipergunakan untuk menunjukkan suatu makna yang pantas (boleh) dimasukkan
pada makna itu dengan mengucapkan sekali ucapan saja. Seperti kita katakan
“arrijal”, maka lafadz ini meliputi semua laki-laki.
b.
Lafaz-lafaz ‘Am
o Kullun, jami’un, kaffatun dan
ma’syara.
o Man, Maa dan Aina pada Majaz
o Man, Maa, Aina dan Mata untuk
Istifham (pertanyaan)
o Ayyu
o Nakirah sesudah naïf
o Isim maushul
o Idhafah
c.
Dilalah Lafazh ‘Am
Para Ulama sepakat bahwa lafazh ‘am yang
disertai qarinah (indikasi)
yang menunjukkan penolakan adanya takhsis adalah qat’i dilalah. Mereka pun
sepakat bahwa lafazh ‘am yang disertai qarinah yang menunjukkan bahwa yang
dimaksudnya itu khusus, mempunyai dilalah yang khusus pula. Yang
menjadi perdebatan pendapat disini ialah lafazh ‘am yang mutlaq tanpa disertai suatu qarinah yang menolak
kemungkinan adanya takhsis, atau tetap berlaku umum yang mencakup
satuan-satuannya.
Menurut Hanafiyah dilalah ‘am itu qath’i, yang
dimaksud qath’i menurut hanafiyah ialah :
Contoh mengharamkan memakan daging yang
disembelih tanpa menyebut basmalah, karena adanya firman Allah yang bersifat
umum, yang berbunyi:
وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ
اسْمُ اللَّهِ عَلَيْ
“dan janganlah kamu memakan binatang yang tidak
disebut nama Allah ketika menyembelihnya”. (Al-An`âm:121)
4. Macam-macam lafadz ‘am
a) Lafadz ‘am yang dikehendaki keumumannya karena
ada dalil atau indikasi yang menunjukkan tertutupnya kemungkinan ada takhshish
(pengkhususan). Misalnya:
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lohmahfuz).( Hud:6).
Yang dimaksud adalah seluruh jenis hewan melata, tanpa kecuali.
b) Lafadz ‘am tetapi yang dimaksud adalah makna
khusus karena ada indikasi yang menunjukkan makna seperti itu. Contohnya:
مَا كَانَ لِأَهْلِ الْمَدِينَةِ وَمَنْ حَوْلَهُمْ مِنَ الْأَعْرَابِ أَنْ يَتَخَلَّفُوا عَنْ رَسُولِ اللَّهِ وَلَا يَرْغَبُوا بِأَنْفُسِهِمْ عَنْ نَفْسِهِ
Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badui yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (pergi berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. (At-Taubah: 120).
Yang dimaksud ayat tersebut bukan seluruh penduduk Mekah, tapi hanya orang-orang yang mampu.
c) Lafadz ‘am yang terbebas dari indikasi yang
dimaksud makna umumnya atau sebagian cakupannya. Contoh:
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ
Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru.( Al-Baqarah: 228).
Lafadz ‘am dalam ayat tersebut adalah al-muthallaqat (wanita-wanita yang ditalak), terbebas dari indikasi yang menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah makna umum atau sebagian cakupannya.
d)
perbedaan antara umum dan mutlak
umum adalah
meliputi secara keseluruhan dan mengenai akan semua afrad-afradnya sebagai
contoh adalah seperti seorang guru berkata pada murid-muridnya’’murid-murid
besok supaya memakai baju putih’’. Perintah tersebut mengenai semua murid atau
contoh lain dalam QS.al-ashar:2
yang artinya; sesungguhnya manusia itu benar-benar
berada dalam kerugian.
B. Khas
a.
Pengertian khas
Khas adalah “Isim Fail” yang berasal dari kata kerja :
حَصَصَ,
يُخْصِّصُ, يُخَصِيصاً, خاَصِّ
Artinya :
“yang mengkususkan atau menentukan”
Dalam istilah ushul fiqh, yang dimaksud dengan khas adalah :
مَالاَ
يَتَناَوَلُ دَفْعَةً سَيْئَيْنِ فَصاَعَداً مِنْ غَيْرِ خَصٍ
Artinya :
“sesuatu yang tidak mencapai sekaligus dua/lebih tanpa batas.
Contoh
1. رَجُل Artinya seorang
laki- laki, dalam hal ini terbatas pada seorang saja.
2. رُجُلاَن Artinya dua orang laki-
laki dalam hal ini terbatas pada dua orang saja.
Adapun yang dimaksudkan dengan Takhsis dalam iatilah ushul fiqh adalah
:
Artinya :
إِحْراَجُ
بَعْضِ كاَنَ داَخِلاً تَحْتَ الْعُمُوْمِ عَلىَ تَقْدِيْرِ عَدَمِ المُخَصَّصِ.
“mengeluarkan sebagian apa-apa yang termasuk dalam yang umum itu
menurut ukuran ketika tidak terdapat mukhasis”
Mukhasis ada dua macam yaitu:
1. Mukhasis Mutasil ( الغاية)
Mukhasil yang bersambung adalah apabila makna satu dalil yang mengkhususkan
, berhubungan erat/bergantung pada kalimat umum sebelumnya.
Adapun beberapa macam Mukhasis muttasil antara lain :
2. Pengecualian (AI- Iatina)
Contoh firman Allah Surat Al-Ashar ayat 2-3 :
Artinya :
“Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati
supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
(Al-Ashar: 2- 3).
Jadi yang dikhususkan pada ayat tersebut adalah orang-orang yang beriman
dun yang beramal Soleh. Pengkususan pada ayat tersebut adalah dengan jalan
mengecualian, yakni dengan memakai huruf stana.
Artinya : dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika
mereka (para suami) menghendaki ishlah. “ (Qs Al- Baqarah228)
a) Syarat (الشرط)
Artinya : dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika
mereka (para suami) menghendaki ishlah. “ (Qs Al- Baqarah228)
Dalam ayat tersebut dikatakan, lebih berhak kembali pada istrinya.
Maksudnya adalah dalam masa iddah, tetapi dengan syarat bila kembalinya itu
dengan maksud ialah lafaz yang menujukakan pada ayat tersebut adalah
“Jika” ( ان )
b) Sifat ( الصِّفَةُ )
وَمَنْ
قَتَلَ مُؤْمِناً خَطَاءً فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةً مُؤْمِنَة
(Qs. Al- Anisa : 42)
Sifat yang mengkhususkan dalam ayat tersebut adalah sifat muknim yakni
yang diremehkan itu harus/dikhususkan pada hamba yang muknim.
c) Kesudahan
(الغاية)
Contoh firman Allah :
Artinya : dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci … (Q.S Al- baqqrah
222)
d) Sebagai Ganti Keseluruhan ( بَدَلُ البَعْضِ مِنْ الكُلِّ)
Contoh firman Allah :
Artinya : Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi)
orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah…”(Ali-Imiran: 97)
Lafazh (مِنْ) dan sesudahnya pada ayat tersebut , menghususkan keumuman
sebelumnya, arti sebagian orang yang “mampu’ Mengganti, keumuman wajib nya
manusia untuk haji.
3.
Mukhasis Munfasil
Mukhasis munfasil adalah dalil umum /
makna dalil yang sama dengan dalil atau makna dalil yang mengkhususkannya,
masing- masing berdiri sendiri. Yakni tidak berkumpul tetapi terisah , Mukhasis
munfasil ada beberapa macam :
a. Kitab di- taksis dengan kitab
Contohnya finnan Allah :
Artinya : Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali
quru’ (Q.S.A1-Baqarah : 228)
Ayat tersebut, umum : tercakup juga orang hamil makea datang ayat, lain
yang mengkhususkan bagi wanita hamil yang berbunyi:
Arinya : dan begitu perempuan-perempuan yang tidak haid. dan perempuan-perempuan
yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.
(Q.S Al- Talaq: 4)
b. Kitab di- Takhsis dengan Sunnah Contoh firman Allah :
Artinya : Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk)
anak-anakmu. yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua
orang anak perempuan (Q.S :An- Nisaa: 11)
Ayat tersebut bersifat umum, yakni mencakup anak yang kafir, kemudian
dataing hadist yang mengkususkannya berbunyi:
لاَ
يُرِثُ المُسْلِمُ الكاَفِرِ وَلاَ الكاَفِرِ المُسْلِمِ
Artinya :
“Tidak boleh mewarisi seseorang musulim puda seorang kafir, dan
tidak boleh (juga) kafir pada muslim (HR. Bukhari)
c. Sunnah di-Takhsis dengan Kitab
Sebagai contoh adalah Hadits Nabi yang berbunyi :
لاتقبل
الله صلا ة احدكم اذا احدث حتى يقوضأ
Artinya
“Allah tidak menerima shalat seorang diantara kamu bila masih
berhadas hingga berwudhu ” (HR. Bukhari, Muslim)
Hadits tersebut adalah Umum, yakni termasuk dalam keadaan tidak dapat
memperoleh air, kemudian dikhususkan oleh ayat yang berbunyi :
وا
كنتم مرض او على سفر او جا ء احد منكم من الغا ئط او لمستم النساء فلم تجدوا ماء
فيتمموا صعيدا طيبا
Artinya :
“Dan jika kamu sakit/sedang dalam musafir/datang dari tempat
buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air
maka bertayamumlah kamu dengan tanah bersih …. ”
d. Sunnah di-Takhsis dengan Sunnah
Sebagai contoh adalah Hadits Nabi yang berbunyi :
فيا
سقت السماء العشر (رواه بخارى و مسلم)
Artinya:
“Tanaman yang dengan siraman hujan, (zakatnya) adalah seper
sepuluh (l0%)” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits tersebut di-Takhsis dengan hadits yang berbunyi :
ليس
فيا دون خمسة اوسق صدقة
Artinya :
“Tidak wajib zakat (tanaman) yang kurang lima wasaq” (HR.
Bukhari dan Muslim)
e. Men- Takhis dengan Qiyas
لي
الوجد يحل عرضه وعقوبته
Artinya :
“Menunda-nunda pembayaran bagi orang yang mampu, halal dilanggar
kehormatannya dan boleh dihukum” (HR. Ahmad)
Hadist tersebut ialah umum, yakni siapa saja yang menunda-nunda
pembayaran hutang, padahal ia mampu untuk membayar, termasuk ibu atau bapak.
Kemudian dikhususkan, yakni bukan termasuk ibid dan bapak dengan jalan
meng-Qiyas firman Allah yang berbunyi :
Artinya :
Janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” (Qs
Al-Isra:23)
Tidak boleh memukul melanggar kehormatan kedua orang tua adalah hasil
Qiyas dari larangan mencakup “ah” terhadap-Nya. Karena memukul atau melanggar
kehormatan, lebih tinggi kadar menyakitkannya dari pada mengucap “ah”. Qiyas
yang demikian dinamakan Qiyas Qulawi. Sebagian ulama berpandangan bahwa yang
demkian bukan dinamakan Qiyas Qulawi, tetapi diaebut Mafhum Muwafaqah.
b. Hukum lafazh khash
·
Apabila lafazh khas dikemukakan dalam bentuk mutlaq, tanpa batasan apapun,
maka lafazh itu memberi faedah ketetapan hukum secara mutlaq,selama tidak ada
dalil yang membatasinya
·
Apabila lafazh itu di kemukakan dalm bentuk perintah (ma’mur bih) selama
tidak ada dalil yang memalingkannya pada makna yang lain
·
Apabila lafazh itu di kemukakan dal bentuk larangan (nahy), ia
memberikan faedah berupa hukum haram terhadap hal yang di larang itu, selama
tidak ada qarinah (indikasi) yang memalingkan dalam hal itu.
c.
Macam-macam lafazh khas
Lafazh khas
itu bentuknya banyak, sesuai dengan keadaan dan sifat yang di pakai pada lafazh
itu sendiri. Ia kadang-kadang berbentuk mutlaq tanpa di batasi oleh suatu
syarat atau qayyid apapun, kadang-kadang berbentuk muqayyad, yakni di batasi
oleh qayyid, kadang-kadang berbentuk
amr(perintah) dan kadang-kadang berbentuk nahy (larangan).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
‘Amm menurut bahasa artinya umum. Sedangkan
menurut istilah ialah Lafadz yang
meliputi pengertian umum terhadap semua yang termasuk dalam pengertian lafadz
itu, dengan hanya disebut sekaligus atau mencakup nya sesuatu perkara terhadap
yang berbilang-bilang,seperti perkataan,berita itu telah diumumkan yang
maknanya adalah telah meliputi semua orang.
Khas adalah “Isim Fail” yang berasal dari
kata kerja “yang mengkususkan atau menentukan” Dalam istilah ushul fiqih yang dimaksud
dengan khas adalah sesuatu yang tidak mencapai sekaligus dua/lebih tanpa batas
B.
Saran
Mashi perlu adanya pengembangan penulisan agar materi
tentang am dan khas ini lebih lengkap dan mudah di pahamai oleh si pembaca
kritik dan saran sangat kami nantikan untuk perbaikan selanjutnya.