KEDUDUKAN HADIS DAN INGKAR SUNNAH
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayahnya semoga kita
semua dalam keadaan sehat walafiat tak kurang suatu apa dan sukses dalam
aktifitas sehari harinya, amin.
Makalah ini
dapat tersusun untuk memenuhi materi kuliah dan tugas mata kuliah Studi
Al-Hadist yang di berikan oleh IBRAHIM
MANDA
Tersusunya makalah ini, bagi penulis merupakan suatu kepuasan
tersendiri, karena dengan tersusunya makalah ini penulis menjadi giat membaca
dan belajar sekuat tenaga maupun fikiran untuk mencapai pemahaman yang lebih
dalam, khususnya dalam memahami persoalan Hadist yang saat ini begitu banyaknya
hadist dhoif yang berkembang di tengah tengah Masyarakat kita. Dengan memahami
kriteria hadist melalui berbagai sumber maka diharapkan kita khususnya penulis
dapat mengambil hikmah dan menjalankan amalan amalan yang benar benar hadist
Nabi Muhammad SAW.
Penulis menyadari bahwa uraian makalah ini masih jauh dari harapan dan
penulis berharap adanya koreksi dan penilaian dari Bapak IBARAHIM MANDA, selaku
Dosen dan berharap mendapatkan nilai yang terbaik, amin.
Samata, 25 September 2016
Penyusun,
Kelompok II
DAFTAR ISI
HALAMAN
SAMPUL......................................................................................................
1
KATA
PENGANTAR.......................................................................................................
2
DAFTAR
ISI.......................................................................................................................
3
BAB I.
PENDAHULUAN.................................................................................................
4
A. Latar Belakang
Masalah..................................................................................................
4
B. Rumusan
Masalah............................................................................................................
4
BAB II. PEMBAHASAN
MATERI.................................................................................
5
A. KEDUDUKAN
HADIS.................................................................................................
5
1. Hadis Sumber Hukum Agama
Islam..........................................................................
5
2. Dalail Dalil Kehujjahan
Hadis....................................................................................
6
B. INGKAR SUNNAH......................................................................................................
12
1. Pengertian Ingkar
Sunnah..........................................................................................
12
2. Sejarah Ingkar Sunnah...............................................................................................
14
3. Pokok Pokok Ajaran Ingkar
Sunnah.........................................................................
15
4. Alasan Pengingkaran Sunnah....................................................................................
16
BAB III.
PENUTUP..........................................................................................................
19
A. KESIMPULAN..............................................................................................................
19
B.
SARAN..........................................................................................................................
19
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................
20
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hadist Nabi
Muhammad SAW adalah merupakan panduan dalam beribadah bagi umat Islam dimuka
bumi, sebagai perbuatan Nabi besar Muhammad, SAW pada masa hidupnya yang saat
ini harus kita contoh dalam melakukan ibadah sehari hari dengan Al qur’an
sebagai wahyu Allah SWT.
Ketika umat
bertanya dan dalam perbedaan pendapat, maka Rasulullah meninggalkan dua wasiat,
yaitu Al qurán dan al hadist, maka begitu pentingnya dasar hukum itu menjadi
pedoman, dan sejauhmana kita memahaminya, menjadi tolak ukur pula sejauh mana
kita mencapai ketinggiannya. Alqur’an s. ali imron ayat 32, yang artinya
Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir."
Dan Allah
berfirman pada Q.s.4 ayat 14 yang Artinya; “Dan barangsiapa yang mendurhakai
Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah
memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya
siksa yang menghinakan”.
Maka dengan
dibuatnya makalah ini yang berjudul “KEDUDUKAN HADIS DAN INGKAR SUNNAH“ maka
akan menambah khasanah untuk beribadah dan mencintai rasulnya, amin.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Mengatahui
hadist sumber hukum islam.
2. Mengatahui
dalai dalil kehujjahan hadist.
3. Menguraikan
pengertian ingkar sunnah.
4. Mengatahui
sejarah ingkar sunnah.
5. Mengtahui
pokok pokok ajaran ingkar sunnah.
6. Menguraikan
alasan pengingkaran sunnah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KEDUDUKAN HADIS
Hadits
menurut bahasa (etimologi) adalah perkataan atau ucapan Hadits menurut syar’i
adalah segala sesuatu yang berasal dari Rasulullah SAW baik perbuatan,
perkataan, dan penetapan pengakuan (takrir). Hadits berfungsi sebagai penjelas
ayat-ayat Al-quran yang kurang jelas atau sebagai penentu hukum yang tidak
terdapat dalam Al-quran.
Hadits atau
Sunnah dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1. Sunnah
Qauliyah, yaitu semua perkataan Rasulullah yang ada hubungannya dengan
pembinaan hukum Islam.
2. Sunnah
Fi’liyah, yaitu semua perbuatan Rasulullah yang diberitakan para sahabat
mengenai soal-soal ibadah dan lain.
3. Sunah
Taqriryah, yaitu segala hadis yang berupa ketetapan Nabi Muhammad SAW terhadap
apa yang datang dari Sahabatnya.Nabi SAW membiarkan sesuatu perbuatan yang
dilakukan oleh para sahabat,setelah memenuhi beberapa syarat,baik mengenai
pelakunya maupun perbuatanya.
Ulama Usul
Fikih menetapkan perbuatan Nabi terbagi atas beberapa bagian :
1. Jibilli
(tabi’at) yaitu semua perbuatan Nabi yang termasuk urusan tabi’at seperti
makan, minum dan lain-lain. Maka hukumnya mubah baik untuk perorangan maupun
umatnya.
2. Qurb
(pendekatan) seperti ibadah shalat, puasa, shadaqah atau yang seumpamanya.
3. Mu’amalah
(hubungan dengan sesama manusia) seperti jual beli, perkawinan dan lain-lain.
Rasulullah
SAW adalah orang yang setiap perkataan dan perbuatannya menjadi pedoman bagi
manusia. Karena itu beliau ma’shum (senantiasa mendapat petunjuk Allah SWT).
Dengan demikian pada hakekatnya Sunnah Rasul adalah petunjuk yang juga berasal
dari Allah. Kalau Al Qur’an merupakan petunjuk yang berupa kalimat-kalimat
jadi, yang isi maupun redaksinya langsung diwahyukan Allah, maka Sunnah Rasul
adalah petunjuk dari Allah yang di ilhamkan kepada beliau, kemudian beliau
menyampaikannya kepada ummat dengan cara beliau sendiri.
.......وانزلنا
اليك الذكر لتبين للناس ما نزل اليهم.........(النحل
“kami telah menurunan peringatan (Al-Qur’an) kepada engkau (Muhammad)
supaya kamu menerangkan kepada segenap manusia tentang apa-apa yang diturunkan
kepada mereka (QS. An-Nahl 44).
..ما اتكم
الرسول فخذوه وما نهكم عنه فانتهوا........(الحشر
“apa-apa yang didatangkan oleh Rasul kepada kamu, hendaklah kamu ambil
dan apa yang dilarang bagimu hendaklah kamu tinggalkan” (QS. Al-Hasyr 7)
Ayat-ayat
diatas menjelaskan bahwa sunnah/ hadits merupakan penjelasan Al-Qur’an. Sunnah
itu diperintahkan oleh Allah untuk dijadikan sumber hukum dalam Islam. Dengan
demikian, sunnah adalah menjelaskan Al-Qur’an, membatasi kemutlakannya dan
mentakwilkan kesamarannya. Allah menetapkan bahwa seorang mukmin itu belum
dapat dikategorikan beriman kepada Allah sebelum mereka mengikuti segala yang
diputuskan oleh Rasulullah SAW dan dengan putusannya itu mereka merasa senang.
1. Sumber Hukum
Islam.
a. Dalil
Al-Qur’an
Banyak ayat
Al-Qur’an yang menerangkan tentang kewajiban mempercayai dan menerima segala
yang datng daripada Rasulullah Saw untuk dijadikan pedoman hidup. Diantaranya
adalah;
Firman Allah Swt dalam surah Ali Imran ayat 179
yang berbunyi;
Artinya:
“Allah
sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu
sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mu’min).
Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib,
akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya.
Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasulNya; dan jika kamu beriman
dan bertakwa, maka bagimu pahala yang besar.” (QS:Ali Imran:179)
Dalam Surat
An-Nisa ayat 136 Allah Swt berfirman:
Artinya;
“Wahai
orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan
kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah
turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian,
maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.”(QS:An-Nisa:136).
Dalam kedua
ayat di atas telah jelas bahwa kita sebagai umat Islam harus beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya (Nabi Muhammad Saw), Al-Qur’ann, dan kitab yang diturunkan
sebelumya. Dan pada akhir ayat Allah mengancam kepada siapa saja yang
mengingkari seruannya.
Selain Allah
Swt memerintahkan kepada umat Islam agar percaya kepada Rasulullah Saw. Allah
juga memerintahkan agar mentaati segala peraturan dan perundang-undangan yang
dibawanya. Tuntutan taat kepada Rasul itu sama halnya dengan tuntutan taat dan
patuh kepada perintah Allah Swt. Banyak ayat Al-Qur’an yang mnyerukan seruan
ini.
Perhatikan firman Allahh Swt. Dalam surat Ali-Imran
ayat 32 dibawah ini:
Artinya:
“Katakanlah:
“Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang kafir”. (QS:Ali Imran : 32).
Dalam surat An-Nisa ayat 59 Allah Swt juga
berfirman:
Artinya:
“Hai
orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”(QS:An-Nisa : 59).
Juga dalam Surat An-Nur ayat 54 yang berbunyi:
Artinya:
“Katakanlah:
“Ta’at kepada Allah dan ta’atlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling maka
sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan
kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan
jika kamu ta’at kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain
kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan
terang”.(An-Nur:54).[5]
Masih banyak
lagi ayat-ayat yang sejenis menjelaskan tentang permasalahan ini. Dari beberapa
ayat di atas telah jelas bahwa perintah mentaati Allah selalu dibarengi dengan
perintah taat terhadap Rasul-Nya. Begitu juga sebaliknya dilarang kita durhaka
kepada Allah dan juga kepadaRasulnya.
Dari sinilah
jelas bahwa ungkapan kewajiban taat kepada Rasulullah Saw dan larangan
mendurhakainya, merupakan suatu kesepakatan yang tidak dipersilihkan umat
Islam.
b. Dalil
Hadist
Dalam salah satu upesan yang disampaikan baginda
Rasul berkenaan dengan kewajiban menjadikan hadits sebagai pedoman hidup
disamping Al-Qur’an sebagai pedoman utamanya, adalah sabdanya:
تركت فيكم أمرين لن تضلوا أبداما إن تمسكتم بهما كتاب
الله وسنة رسوله (رواه الحاكم)
Artinya;
“Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, dan kalian tidak akan
tersesat selam-lamanya, selama kalian berpegang teguh kepada keduanya, yaitu
kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (HR. Hakim)
Hadits di
atas telah jelas menyebutkan bahwa hadits merupakan pegangan hidup setelah
Al-Qur’an dalam menyelesaikan permasalahan dan segalah hal yang berkaitan
dengan kehidupan khususnya dalam menentukan hukum.
c. Ijma’
(Kesepakatan Para Ulama)
Umat Islam
telah sepakat menjadikan hadits menjadi sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an.
Kesepakatan umat muslimin dalam mempercayai, menerima, dan mengamalkan segala
ketentuan yang terkandung di dalam hadits telah dilakukan sejak jaman
Rasulullah, sepeninggal beliau, masa khulafaurrosyidin hingga masa-masa
selanjutnya dan tidak ada yang mengingkarinya. Banyak peristiwa menunjukkan
adanya kesepakatan menggunakan hadits sebagai sumber hukum Islam, antara lain
adalah peristiwa dibawah ini;
1. Ketika Abu
Bakar dibaiat menjadi khalifah, ia pernah berkata, “saya tidak meninggalkan
sedikitpun sesuatu yang diamalkan oleh Rasulullah, sesungguhnya saya takut
tersesat bila meninggalkan perintahnya.
2. Saat Umar
berada di depan Hajar Aswad ia berkata, “saya tahu bahwa engkau adalah batu.
Seandainya saya tidak melihat Rasulullah menciummu, saya tidak akan menciummu.”
3. Pernah
ditanyakan kepad Abdullah bin Umar tentang ketentuan sholat safar dalam
Al-Qur’an. Ibnu Umar menjawab, “Allah Swt telah mengutus Nabi Muhammad Saw
kepada kita dan kita tidak mengetahui sesuatu, maka sesugguhnya kami berbuat
sebagaimana kami melihat Rasulullah berbuat.”
Masih banyak lagi contoh-contoh yang menunjukkan
bahwa yang diperintahkan, dilakukan, dan diserukan oleh Rasulullah Saw, selalu
diikuti oleh umatnya, dan apa yang dilarang selalu ditinggalkan oleh umatnya.
d. Ijtihat
(Seseuai Dengan Petunjuk Akal)
Kerasulan
Muhammad Saw, telah diakui dan dibenarkan oleh umat Islam. Di dalam mengemban
misinya itu kadangkala beliau menyampaikan apa yang datang dari Allah Swt, baik
isi maupun formulasinya dan kadangkala atas inisiatif sendiri dengan bimbingan
wahyu dari Tuhan. Namun juga tidak jarang beliau menawarkan hasil ijtihad
semata-mata mengenai suatu masalah yang tidak dibimbing oleh wahyu. Hasil
ijtihad ini tetap berlaku hingga akhirnya ada nash yang menasakhnya.
Dari uraian
di atas dapat diketahui bahwa hadits merupakan salah satu sumber hukum dan
sumber ajaran Islam yang menduduki urutan kedua setelah Al-Qur’an. Sedangkan
bila dilihat dari segi kehujjahannya, hadits melahirkan hukum dzonni, kecuali
hadits mutawatir.
2. Dalai dalil
kehujjahan hadist.
Yang dimaksud dengan kehujahan Hadits (hujjiyah hadits) adalah keadaan
Hadits yang wajib dijadikan hujah atau dasar hukum (al-dalil al-syar’i), sama
dengan Al-Qur’an dikarenakan adanya dalil-dalil syariah yang menunjukkannya.
Menurut Wahbah Az-Zuhaili dalam kitabnya Ushul Al-Fiqh Al-Islami, orang yang pertama
kali berpegang dengan dalil-dalil ini diluar ‘ijma adalah Imam Asy-Syafi’I (w.
204 H) dalam kitabnya Ar-Risalah dan Al-Umm.
Menurut ulama ushul fiqh hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan
kepada nabi muhammad baik ucapan,perbuatan,maupun ketetapan yang dapat
dijadikan dalil hukum shara’. Oleh karena itu produk hadis ditempatkan sebagai
sumber hukum islam setelah al-quran. Dalil yang menjelaskan terdapat dalam
QS.al-Nisa:80
Persoalan yang kemudian muncul,apakah semua perkataan,perbuatan dan ketetapan
Nabi merupakan sumber atau syariah atau bukan.Abd al-Muni’im al-Namr membagi
hadist menjadi dua yaitu hadis syariah(hadis yang secara hukum wajib diikuti
oleh kaum muslimin) dan hadis non syariah(hadis yang secara hukum tidak
mengikat untuk di ikuti oleh kaum muslimin).
Adapun yang
termasuk dalam kategori hadis syariah yaitu:
1. Hadist yang
timbul dari nabi dalam posisi dan kedudukannya sebagai
al-tabligh
yang harus mengkomunikasikan atau menyampaikan risalah islam kepada umat.
2. Hadist-hadis yang
timbul dari nabi dalam kedudukanya sebagai pemimpin kaum muslimin seperti mengutus tentara, pengelola harta negara, mengangkat
hakim dan sebagainya.
3. Hadist yang
timbul dari nabi dalam kedudukannya sebagai hakim, yaitu ketika nabi menghukum dan menyelesaikan persengketaan
yang terjadi di kalangan umatnya.
Adapun yang termasuk dalam kategori Non
hadist syariah yaitu :
1. Hadist yang
berkenaan dengan kebutuhan setiap manusia pada umumnya seperti makan, minum,tidur dan sebagainya.
2. Hadist yang
yang berkenaan dengan pergaulan dan kebiasaan individu dan masyarakat seperti bercocok tanam, pengobatan, model pakaian dan sebagainya.
3. Hadist yang berkaitan dengan pengaturan masyarakat dalam aspek-aspek tertentu, seperti menyebarkan pasukan ke pos-pos tertentu dalam peperangan,
mengatur barisan dan sebagainya.
Islam
menempatkan hadist setingkat dibawah Al-Qur’an, artinya hadist adalah
dasar Tasyri’ (penetapan hukum) sesudah Al-Qur’an yang
dikuatkan oleh beberapa dalil.
a. Dasar Keimanan
Orang yang beriman kepada Allah haruslah beriman kepada ke-Rosulan
Muhammad SAW dengan menerima apa yang dia bawa.
Dalam QS.Al-An’am :124 Allah berfirman,
Dan untuk meyakinkan bahwa yang disampaikan Rosulullah berasal dari
Allah, ditegaskan kembali QS.An-Nahl : 35,
Setelah tertanam dalam hati tentang kewajban percaya kepada Rosul,
dengan jelas Allah memerintahkan agar kita mengikuti apa yang dibawa oleh
beliau. Seperti dalam QS.Al-A’raf: 158,
1. Dasar Al-Qur’an
Kembali kepada Allah nerarti kembali kepada Al-Qur’an dan kembali kepada
Rosul-Nya. Ada dua buah ayat mengenai hal iniyakni QS.Al-Hasr: 7, QS.An-Nisa’ :65,
2. Dasar Hadist
Banyak hadist yang menunjukkan kita harus mengikuti apa yang
didatangkan Rosulullah:
a. Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Malik :
“Aku tinggalkan kepadamu dua hal yang jika
kalian berpegang teguh pada keduanya, maka kalian tidak akan tersesat yaitu
Kitabullah dan Sunatullah”
b. Hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abi Daud,
Ibnu Majah, Tirmizi:
“Wajib atas kamu mengikuti sunahku dan sunnah khulafa
urrasyidin yang mendapat petunjuk. Berpeganglah pada sunnah itu dan
gigitlah dengan taringmu ( peganglah kuat-kuat ).”
c. Hadist yang diriwayatkn oleh Abu Daud :
“Ketahuilah bahwa aku diberi kitab dan ada yang
serupa dengan Al-Qur’an.”
3. Dasar Ijma’
Semua umat Islam sepakat untuk mengamalkan Sunah Nabi. Diriwayatkan
bahwa Umar bin Khatab pernah berjongkok di depan Hajar Aswad seraya berkata :“
Sungguh aku tahu bahwa engkau (hajar aswad) hanyalah sebuah batu, seandainya
aku tidak melihat kekasihku (Rasulullah) menciummu dan mensalamimu pasti aku
tidak akan mensalamimu dan menciummu.”
Pernah suatu ketika Ibnu Umar ditanya, sebagai mana yang diriwayatkan
oleh Musnad Ahmad, kenapa tidak ditemukan tentang ketentuan sholat bagi
musyafir dalam Qur’an, lalu beliau menjawab,”Sesungguhnya Allah mengutus
Muhammad kepada kitayang sebelumnyakita tak tahu apa-apa. Kita melakukan
perbuatan sebagaimana beliau lakukan.”Dalam riwayat lain Ibnu Umar
menambahkan,”Kita sebelumnya dalam kesesatan kemudian Allah memberikan
petunjuk kepada kita maka dengan petunjuk itulah ita berpegang.”
Perkataan Imam Syafi’i yang diungkap oleh As-Sya’roni dalam muqodimah
Al-Mizanul Kubro, semuanya memberi pengertian bahwasegala pendapat Ulama harus
kita tinggalkan jika berlawanan dengan suatu hadist yang shohih. Dan kita harus
sadar, walaupun Al-qur’an dan Hadist semuanya berasal dari Allah tapi kedudukan
keduanya berbeda.
Kedudukan
Al-Qur’an sebagai dasar Tasyri’ yang pertama dan Hadist sebagai dasar Tasyri’
yang kedua sesudahnya dengan alasan :
No
|
Al-Qur’an
|
Hadist
|
1
1
|
Kitabullah, lafazd dan
maknanya berasal dari Allah SWT
|
Walaupun ia juga merupakan
wahyu, tetapi perwujudannya oleh Nabi sendiri (manusia)
|
22
|
Sebagai hukum dasar
|
Sebagai pelaksanaannya,
menerangkan atau mendatangakan apa yang belum didatangkan Al-Qur’an
|
33
|
Diterima dengan jalan Qoth’i,
artinya yang diterima memang benar demikian
|
Diterima dengan jalan Dzonni(sangkaan),
keyakinan kita kepada hadist hanya secara global
|
Diriwayatkan oleh Abu Daud dan At-Tirmizi bahwa ketika Nabi mengutus
Mu’adz bin Jaba’ untuk menjadi hakim di Yaman beliau bertanya,” dengan
apa engkau akan menetapkan hukum?”Muadz menjawab,” Kitabullah”beliau
berrtanya lagi,”Jika tak kau dapati?”Mu’adz menjawab,”Sunah
Rosulullah”, beliau bertanya lagi,”Kalau disana pun tidak kau
dapati?”Mu’adz menjawab,” Aku akan berijtihad dengan akalku.
B. INGKAR SUNNAH
1. Pengertian
Ingkar Sunnah
Kata “Ingkar
Sunnah” terdiri dari dua kata yaitu “Ingkar” dan “Sunnah”. Kata “Ingkar”
berasal dari akar kata bahasa Arab إِنْكَرَا يُنْكِرُ
إِنْكَرَ yang mempunyai arti diantaranya :”Tidak mengakui dan tidak menerima baik
di lisan dan di hati, bodoh atau tidak mengetahui sesuatu. Misalnya
Firman Allah :
فَدَخَلُوا
عَلَيْهِ فَعَرَفَهُمْ وَهُمْ لَهُ مُنْكِرُونَ
Artinya:
“Lalu mereka (saudara saudara Yusuf) masuk ke
(tempat) nya. Maka Yusuf mengenal mereka, sedang mereka tidak kenal
(lagi) kepadanya kepadanya. (QS.Yusuf (12) :58)
يَعْرِفُونَ نِعْمَةَ اللَّهِ
ثُمَّ يُنْكِرُونَهَا وَأَكْثَرُهُمُ الْكَافِرُونَ
Artinya:
“Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian
mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang orang yang kafir.
(QS.An-Nahl (16) :83).
Al Askari
membedakan antara makna An Inkar dan Al Juhdu. Kata Al Inkar terhadap sesuatu
yang tersembunyi dan tidak disertai pengetahuan, sedang Al Juhdu terhadap
sesuatu yang nampak dan disertai dengan pengetahuan. Dengan demikian bisa jadi
orang yang mengingkari sunnah sebagai hujjah dikalangan orang yang tidak banyak
pengetahuannya tentang ulum hadits. Dari beberapa kata”Ingkar” di atas dapat
disimpulkan bahwa Ingkar secara etimologis diartikan menolak, tidak mengakui, dan
tidak menerima sesuatu, baik lahir dan batin atau lisan dan hati yang dilatar
belakangi oleh faktor ketidaktahuannya atau faktor lain.
Orang yang
menolak sunnah sebagai hujjah dalam beragama oleh umumnya ahli hadits disebut
ahli bid’ah. Mereka itu, kaum Khawarij, Mu’tazilah dan lain lain karena mereka
itu umumnya menolak sunnah.
Ada beberapa
definisi Ingkar Sunnah yanng sifatnya masih sangat sederhana pembatasannya
diantaranya sebagai berikut :
a. Paham yang
timbul dalam masyarakat Islam yang menolak hadits atau sunnah sebagai sumber
ajaran agama Islam kedua setelah Al Qur’an.
b. Suatu paham
yang timbul pada sebagian minoritas umat Islam yang menolak dasar hukum Islam
dari Sunnah shahih baik sunnah praktis atau yang secara formal dikodifikasikan
para ulama, baik secara totalitas mutawatir atau ahad atau sebagian saja, tanpa
ada alasan yang diterima.
Dari
definisi diatas dapat dipahami bahwa Ingkar Sunnah adalah paham atau pendapat
perorangan atau kelompok bukan gerakan atau aliran, ada kemungkinan paham ini
dapat menerima sunnah selain sebagai sumber hukum Islam, misalnya sebagai fakta
sejarah, budaya, tradisi dan lain lain. Paham Ingkar Sunnah bisa jadi menolak
keseluruhan sunnah baik sunnah mutawatir dan ahad atau menolak yang ahad saja
atau sebagian saja. Demikian juga penolakan sunnah tidak didasari alasan yang
kuat, jika dengan alasan yang dapat diterima oleh akal sehat, seperti seorang
mujtahid yang menemukan dalil yang lebih kuat daripada hadits yang ia dapatkan,
atau hadits itu tidak sampai kepadanya, atau karena kedhaifannya atau karena
tujuan syar’i yang lain maka tidak digolongkan Ingkar Sunnah.
2. Sejarah
Ingkar Sunnah
Sejarah
Ingkar Sunnah terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut :
a. Ingkar
Sunnah Klasik
Ingkar Sunnah Klasik
terjadi pada masa Imam Asy-Syafi’i (w. 204 H) yang menolak kehujjahan sunnah
dan menolak sunnah sebagi sumber hukum Islam baik mutawatir atau ahad. Imam
Asy-Syafi’i yang dikenal sebagai Nashir As Sunnah (pembela sunnah) pernah
didatangi oleh orang yang disebut sebagai ahli tentang mazhab teman temannya
yang menolak seluruh sunnah. Ia datang untuk berdiskusi dan berdebat dengan
Asy-Syafi’i secara panjang lebar dengan berbagai argumentasi yang ia ajukan.
Namun, semua argumentasi yang dikemukakan orang tersebut dapat ditangkis oleh
Asy-Syafi’i dengan jawaban yang argumentatif, ilmiah, dan rasional sehingga
akhirnya ia mengakui dan menerima sunnah Nabi.
Muhammad Abu Zahrah
berkesimpulan bahwa ada kelompok pengingkar Sunnah yang berhadapan dengan Asy-Syafi’i
yaitu :
1. Menolak
sunnah secara keseluruhan, golongan ini hanya mengakui Al Qur’an saja yang
dapat dijadikan hujjah.
2. Tidak
menerima sunnah kecuali yang semakna dengan Al Qur’an.
Kesimpulannya
Ingkar Sunnah klasik diawali akibat konflik internal umat Islam yang dikobarkan
oleh sebagian kaum Zindik yang berkedok pada sekte sekte dalam Islam, kemudian
di ikuti oleh para pendukungnya dengan cara saling mencaci para sahabat dan
melemparkan hadits palsu. Penolakan sunnah secara keseluruhan bukan
karakteristik umat Islam. Semua umat Islam menerima kehujjahan sunnah. Namun,
mereka berbeda dalam memberikan kriteria persyaratan kualitas sunnah.(Majid,
Abdul Khon.2009.hal 27-40).
b. Ingar Sunnah
Modern
Al Mawdudi yang dikutip
oleh Khadim Husein Ilahi Najasy seorang Guru Besar Fakultas Tarbiyah Jamiah
Ummi Al Qura Thaif, demikian juga dikutip beberapa ahli Hadits juga mengatakan
bahwa Ingkar Sunnah lahir kembali di India, setelah kelahirannya pertama di
Irak masa klasik. Tokoh tokohnya ialah Sayyid Ahmad Khan (w.1897 M), Ciragh Ali
(w.1898 M), Maulevi Abdullah Jakralevi (w.1918 M), Ahmad Ad-Din Amratserri
(w.1933M), Aslam Cirachburri (w.1955M), Ghulam Ahmad Parwez dan Abdul Khaliq
Malwadah, Sayyid Ahmad Khan sebagai penggagas sedang Ciragh Ali dan lainnya
sebagai pelanjut ide ide Abu Al Hudzail pemikiran Ingkar Sunnah tersebut.
Sebab utama pada awal timbulnya
Ingkar Sunnah modern ini ialah akibat pengaruh kolonialisme yang semakin
dahsyat sejak awal abad 19 M di dunia Islam.
3. Pokok Ajaran
Ingkar Sunnah
Di antara
ajaran-ajaran pokoknya adalah sebagai berikut:
a. Tidak
percaya kepada semua hadis Rasulullah. Menurut mereka hadis itu karangan Yahudi
untuk menghancurkan Islam dari dalam.
- Dasar hukum Islam hanya Alquran saja.
- Syahadat mereka; Isyhadu bi anna
muslimin.
- Shalat mereka bermacam-macam, ada yang
shalatnya dua rakaat – dua rakaat dan ada hanya elling saja (ingat).
- Puasa wajib hanya bagi orang yang melihat
bulan saja, kalu seorang saja yang melihat bulan, maka dialah yang wajib
berpuasa.
- Haji boleh dilakukan selama 4 bulan haram
yaitu Muharram Rajab, Zulqai’dah, dan Zulhijjah.
- Pakaian ihram adalah pakaian Arab dan membuat
repot. Oleh karena itu, waktu mengerjakan haji boleh memakai celana
panjang dan baju biasa serta memakai jas/dasi.
- Rasul tetap diutus sampai hari kiamat.
- Nabi Muhammad tidal berhak menjelaskan tentang
ajaran Alquran (kandungan isi Alquran).
- Orang yang meninggal dunia tidak dishalati
karena tidak ada perintah Alquran.
Demikian di
antara ajaran pokok ingkar sunnah yang intinya menolak ajaran sunnah yang
dibawa Rasulullah dan hanya menerima Alquran saja secara terpotong-potong.
4. Alasan
Pengingkaran Sunnah
Terdapat dua
hal yang menjadi argumen besar para pengingkar sunnah sebagai alasan dan
landasan yang digunakan. Argumen-argumen Naqli dan argumen-argumen non-naqli.
(Ismail, Syuhudi. Hadits Nabi Menurut Pembela, Pengingkar, dan Pemalsunya.1995.
Jakarta: Gema Insani Press.)
a. Argumen-Argumen
Naqli
Yang
dimaksud dengan argumen-argumen naqli tidak hanya berupa ayat-ayat Al-Qur’an
saja, tetapi juga berupa sunnah atau hadits Nabi.
- Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 89
...وَنَزَّلْنَا
عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى
لِلْمُسْلِمِينَ
Artinya:
... Dan Kami turunkan Kitab (Al Quran) kepadamu
untuk menjelaskan segala sesuatu.
- Al Qur’an Surat Al An’am ayat 38
- مَا
فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ.....
Artinya:
... Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al
Kitab
Menurut para
pengingkar sunnah kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa Al
Qur’an telah mencangkup segala sesuatu berkenaan dengan agama. Menurut mereka
salat lima waktu sehari semalam yang wajib didirikan dan yang sehubungan
dengannya, dasarnya bukanlah sunnah atau hadits, melainkan ayat ayat Al Qur’an,
misalnya QS.Al Baqarah : 238, Al Hud:144, Al Isra:78 dan 110,Taha:130,Al
Hajj:7, An Nur:58, Ar Rum 17-18. (ibid.)
Dalam
kaitannya dengan tata cara shalat Kassim Ahmad pengingkar Sunnah dari Malaysia
menyatakan dalam bahasa Malaysia :
“Kita telah
membuktikan bahwa perintah sembahyang telah diberi oleh Tuhan kepada Nabi
Ibrahim dan kaumnya dan amalan ini telah diperuntukkan generasi demi generasi,
hingga Muhammad dan umatnya.....(Kassim Ahmad), h. 104.
- QS. Al Fathir :31
وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ هُوَ
الْحَقُّ
Artinya:
“Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al
Kitab (Al Qur'an) itulah yang benar”.
b. Argumen
Non-Naqli
1. Al Qur’an
diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad (melalui Malaikat Jibril) dalam
bahasa Arab. Orang orang yang memiliki pengetahuan bahasa Arab mampu memahami
Al Qur’an secara langsung, tanpa bantuan penjelasan dari hadits Nabi. Dengan
demikian hadits Nabi tidak diperlukan untuk memahami petunjuk Al Qur’an.
(al-Syafi’i. juz VII, h. 250)
2. Dalam
sejarah umat Islam telah mengalami kemunduran. Umat Islam mundur karena umat
Islam terpecah pecah. Perpecahan itu terjadi karena umat Islam berpegang kepada
hadits Nabi. Jadi menurut para pengingkar sunnah, haditsNabi merupakan sumber
kemunduran umat Islam; Agar umat Islam maju, maka umat Islam harus meninggalkan
hadits Nabi.
3. Asal mula
hadits Nabi yang terhimpun dalam kitab kitab hadits adalah dongeng dongeng
semata. Dinyatakan demikian, karena hadits Nabi lahir setelah lama Nabi wafat.
Dalam sejarah, sebagian hadits baru muncul pada zaman tabi’in dan atba’ al
tabi’in (dibaca atba’ut-tabi’in), yakni sekitar empat puluh atau lima puluh
tahun sesudah Nabi wafat. Kitab kitab hadits yang terkenal, misalnya Shahih
al-Bukhari dan Shahih Muslim, adalah kitab kitab yang menghimpun berbagai
hadits palsu. Disamping itu, banyak matan hadits yang termuat dalam berbagai
kitab hadits, isinya bertentangan dengan Al Qur’an ataupun logika. (Ibid)
4. Menurut
dokter Taufiq Sidqi, tiada satupun hadits Nabi yang dicatat pada zaman Nabi.
Pencatatan hadits terjadi setelah Nabi wafat. Dalam masa tidak tertulisnya
hadits itu, manusia berpeluang untuk mempermainkan dan merusak hadits sebagai
mana yang telah terjadi.
5. Menurut
pengingkar sunnah, kritik sanad yang terkenal dalam ilmu hadits sangat lemah
untuk menentukan keshahihan hadits dengan alasan sebagai berikut :
- Dasar kritik sanad itu, yang dalam ilmu hadits dikenal dengan istilah
‘Ilm al-Jarh wa al-Ta’dil (ilmu yang membahas ketercelaan dan keterpujian pada
periwayat hadits), baru muncul setelah satu setengah abad Nabi wafat. Dengan
demikian, para periwayat generasi sahabat Nabi, al-tabi’in, dan atba’ al- tabi’in
tidak dapat ditemui dan diperiksa lagi.
- Seluruh sahabat Nabi sebagai periwayat hadits pada generasi pertama
dinilai adil oleh ulama hadits pada akhir abad ketiga dan awal abad ke empat
Hijriah. Dengan konsep ta’dil al-shahabah, para sahabat Nabi dinilai terlepas
dari kesalahan dalam melaporkan hadits.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ingkar
Sunnah adalah paham atau pendapat perorangan atau kelompok bukan gerakan atau
aliran, ada kemungkinan paham ini dapat menerima sunnah selain sebagai sumber
hukum Islam, misalnya sebagai fakta sejarah, budaya, tradisi dan lain lain.
Namun perlu
ditekankan bahwa adanya Inkar Sunnah setidaknya mengharuskan dilakukannya
suatu pembelajaran kembali yang lebih matang mengenai tafsir Qur’an yang benar
dan adanya peninjauan kembali untuk menghadirkan analisa-analisa terhadap
kebenaran-kebenaran penyampaian hadits/sunnah yang tidak menekankan keterbukaan
pemikiran yang sebenarnya dapat membantu kehidupan. Sehingga hidup yang
dilandaskan pada Al-Qur’an dapat benar-benar terrealisasikan tanpa adanya
kekakuan pemikiran yang tidak terbuka terhadap pemahaman Al-Qur’an itu sendiri,
sebab di dalam Al-Qur’an juga terdapat beberapa ayat yang memerlukan penjelasan
dari penerima wahyu itu sendiri.
B. SARAN
Manusia
dalam berbuat tentunya terdapat kesalahan yang sifatnya tersilap dari yang
telah ditetapkan atau seharusnya. Apalagi dalam Tugas menyusun makalah ini.
Untuk itu, penulis (Kelompok II) harapkan dari pembaca, khususnya kepada Mata
Kuliah ILMU HADIS Yakni Bapak IBRAHIM MANDA mohon kritik dan sarannya guna
perbaikkan penyusunan selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA